Sabtu, 21 Januari 2017

Welcome
Its one of my favourite story. I write it from my factual life.
Writer: Fitri Haryani Nasution
Sabtu, 21/01/2017

WARNAMU ABU-ABU
            Aku tak pernah bisa menebak tentang siapa sebenarnya dirimu. Ada banyak sisi yang kau sembunyikan dariku, dan semua itu membuatku selalu penasaran denganmu. Terkadang kau tersenyum, terkadang menangis, terkadang diam, terkadang kuat, terkadang lemah,terkadang cinta, terkadang cuek, terkadang senyum, terkadang menghilang dan semuanya seperti bercampur aduk dalam dirimu. Aku tidak tahu kau orang baik atau jahat. Namun baik ataupun jahat itu adalah relative, tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Namun, satu hal yang membuatku ingin selalu dekat denganmu. Karena kau seperti abu-abu, yang mewarnai hidupku yang merah. Kau datang disaat aku tidak membutuhkan siapapun dalam hidupku. Namun kau menawarkan cinta dan memberiku harapan yang tinggi. Aku yang sempurna tidak menginginkanmu. Aku seperti warna merah, pemberani, mandiri, dan tentu saja ceria. Namun semua sikap abu-abumu itu membuatku tertarik. Kini, aku rasa aku telah menjadi jingga. Hidupku penuh warna setelah aku memutuskan untuk bersamamu.
            “Apa warna yang kau sukai?” tanyaku saat kita duduk dibawah sebuah pohon rindang di atas bukit. Langit biru berarak cerah dan pemandangan alam hijau memenuhi mata kita. Aku ingin bersandar dibahumu saat itu, tapi aku tak berani.
            “Biru!” kau menjawab pasti.
            “Benarkah? Kenapa?” tanyaku kembali.
            “Karena aku suka langit yang biru.” jawabmu dengan simple. Dan kau berbalik memandangku, melihat mataku dengan dalam. Kau tersenyum, aku bisa melihat mata coklatmu yang bersinar. “Bagaimana denganmu?” tanyamu, membuatku terlonjak dari tatapanku padamu.
            “Mmm, aku suka merah!” jawabku cepat.
            “Kenapa?”
            “Karena aku suka keberanian, kekuatan, dan keceriaan. Kurasa merah melambangkan semua itu!” jawabku pasti.
            “Kau benar! Dan merah itu adalah dirimu!” ucapmu.
            “Terimakasih. Dan biru juga cocok untukmu. Kalem dan bersahabat.” jawabku. Aku tersenyum manis dihadapanmu, namun kurasa senyummu berubah.
            “Kau belum mengenal diriku.”
            “Siapa bilang aku tidak kenal? Kau adalah Mohan Rambe, seorang yang lembut, penyayang, dan perhatian.” ucapku dengan semangat. Kau lalu diam, dan melihat kedepan. Nampaknya kau kurang setuju dengan apa yang kukatakan.
            “Aku harap begitu..” ucapmu pelan. Sepelan semilir angin yang melewati kita berdua. Dan senja datang menghantarkan matahari yang turun ke peraduannya. Aku ingin bertanya kenapa kau bilang begitu, namun aku tak punya keberanian. Kita pun beranjak untuk pergi, dan pikiranku masih terus memikirkan maksud dari perkataanmu.
            Aku masih ingat saat kau pertama kali menembakku dan mengatakan perasaanmu bahwa kau mencintaiku. Saat itu kubilang aku sangat ragu dengan pacaran, aku mungkin lebih menginginkan pertemanan. Namun kau bersikeras untuk mencintaiku dan kegigihanmu membuatku memutuskan untuk mencoba mencintaimu. Kau datang dengan sekuntum mawar merah dan coklat yang dibungkus dengan indah. Dengan tatapan yang tajam dan mata coklat yang indah. Juga aroma citrus yang semerbak dari tubuhmu. Kau membuatku cukup terkesan dan merasa tersanjung. Semua perhatian yang kau berikan padaku, dan semua hal yang kau berikan membuatku luluh dan akhirnya memutuskan untuk mencintaimu. Kau begitu manis, kurasa saat itu warnamu adalah pink. Kau meneleponku setiap hari, menanyai kabarku setiap hari, mengunjungiku dan memberikan boneka lumba-lumba kesukaanku. Kau sangat manis, benar-benar seperti warna pink.
            Tapi waktu yang berlalu membuat semuanya berubah. Kau pun berubah dengan cepat, suatu hari kau berubah menjadi warna hitam pekat. Kau datang padaku dengan sisimu yang berbeda.
            “Tolong aku. Kurasa aku harus ke psikiater, aku mungkin mengalami gangguan jiwa. Aku punya masalah yang hebat dalam diriku.” katamu saat menghubungiku. Aneh, tidak ada hujan, tidak ada badai kau tiba-tiba berkata seperti ini sambil menangis. Aku pun terkejut dan tidak mengerti.
            “Ada apa denganmu? Aku tidak mengerti. Ceritalah yang jelas, kumohon.” jawabku.
            “Aku tidak bisa bercerita. Ini suatu hal yang sangat buruk, aku tidak bisa cerita. Ini adalah sesuatu yang menjijikkan, sebuah sisi gelap dalam diriku.” katamu. Aku semakin curiga dan penasaran.
            “Apa maksudmu? Tolong bicaralah, ceritakan padaku.”
            “Tidak. Kurasa aku harus ke psikiater. Sudahlah, ini semua sisi gelapku. Aku mungkin mengalami gangguan jiwa.” ucapmu, dan setelah itu telepon kau putus. Kau benar-benar aneh, warna pink dalam dirimu benar-benar berubah menjadi warna hitam bagiku.
            Setelah kejadian itu kau datang lagi kepadaku beberapa hari setelahnya. Namun kau datang dengan senyuman dan kebahagiaan. Kau datang dengan penampilan yang keren dan banyak ice cream bersamamu. Kau bilang kau rindu padaku dan kau kembali menjadi pink seperti biasanya. Aku sungguh tidak mengerti padamu, namun aku mencoba untuk tetap biasa saja karena kau sama sekali tidak mau menyinggung soal hitammu yang kemarin.
            Waktu berlalu, setelah kau kembali menjadi pink, kau bahkan menjadi merah.
            “Sayang, kita harus semangat meraih masa depan kita. Kita harus mendapat beasiswa dan melanjutkan S2 kita. Kau akan ke luar negeri sayang. Aku juga akan berusaha. Tapi kita harus menjaga kesehatan kita juga. Besok kita cek kesehatan yah. Oh iya, malam ini target kita main basket 1000 point kan. Kita harus mendapatkannya!” kau berucap penuh ambisi dan target. Kau telihat sangat bersemangat. Aku menamaimu merah sekarang, aku bahagia kita bisa menjadi sama-sama merah. Dan aku berharap akan terus seperti ini.
            Namun seperti kau bukan dirimu. Sudah kubilang kau punya banyak sisi yang tak bisa kumengerti. Beberapa hari kemudian kau tiba-tiba menghilang. Aku tidak bisa menghubungimu, nomormu tak aktif, dan semua pesan yang aku kirim ke akunmu tidak kunjung kau balas. Kau mendiamkanku, tanpa alasan dan konfirmasi yang jelas. Kau berhasil membuatku galau, dan membuatku bersedih karena memikirkanmu. Warna merahku berubah menjadi warna jingga. Semua aktivitasku serasa tidak berwarna lagi, karena aku selalu mencemaskan dan memikirkanmu. Ini salahmu, kau telah membuatku jatuh cinta padamu dengan warna pinkmu. Sekarang kau pergi dariku dan membuat warna merahku menjadi jingga. Aku ingin membencimu, namun aku tak bisa. Kau benar-benar menyebalkan.
            Aku terus menunggu. Hingga seminggu setelah itu kau kembali datang padaku. Kau bilang kau sakit dan tidak bisa menghubungiku. Aku mencoba untuk mengerti.
“Kau tahu kan sayang, jika kita sakit, kita tidak ingin berbuat apapun. Tolong maafkan aku” katamu.
“Namun kau bisa mengabariku, bukan menghilang seperti itu dan membuatku cemas. Kenapa kau tidak bilang padaku kalau kau sakit?” tanyaku.
“Aku tidak ingin kau khawatir.” ucapmu. Kau lalu meraih jemariku dan melihatku.
“Aku mencintaimu. Maafkan aku.” kau bilang. Hmm, kukira untuk yang ketiga kalinya kau menjadi pink kembali.
Hari-hari berlalu, aku pun menjalani masa yang indah denganmu. Kau menjadi pink dalam waktu yang lama. Kupikir sifat-sifat anehmu itu tak akan muncul lagi. Aku juga tidak ingin kau seperti skizofrenia dan mengubah warnamu lagi. Aku lebih suka kau menjadi pink seperti ini. Namun, keinginanku tidak terkabul. Kau merubah warnamu kembali, tanpa aba-aba dan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Kau kembali menghilang, Kali ini lebih lama, nomormu memang tidak aktif. Namun semua pesan yang kulayangakan ke messengermu kau baca namun tak satupun yang kau balas. Aku kembali kecewa padamu. Kali ini kau bukan sekedar hitam, tapi kau adalah coklat. Membuatku mati rasa dan lelah dengan semuanya. Dan seperti de javu, dua minggu kemudian kau datang padaku dan meminta maaf dengan alasan yang sama. Katamu kau sakit lagi.
“Aneh, padahal aku bisa melihat kau online setiap hari namun kau bilang kau sakit. Kau di internet setiap hari namun kau sakit. Aku tidak percaya padamu.” ucapku. Kali ini aku lebih kuat dengan argumenku.
“Kumohon sayang, percayalah. Aku mencintaimu.” katamu lagi. Hmm, sekarang aku sudah kebal dengan kata-kata itu. Kau lalu kembali menjadi pink dan memberikan perhatianmu padaku. Sudahlah, kurasa aku sudah mati rasa.Aku tak bisa mengikutimu. Kau terlalu punya banyak warna, kau terlalu aneh dan misterius bagiku. Aku benar-benar tak bisa memahamimu. Aku tidak bisa mengerti tentangmu. Kurasa kau adalah abu-abu. Kau berubah-ubah dan aku sama sekali tidak merasa dekat denganmu, bahkan kau tidak membiarkanku untuk tahu siapa sebenarnya dirimu. Tidak sayang, warna yang kau sukai seharusnya bukanlah biru. Tapi abu-abu yang sesuai untukmu. Kini aku pun merenungkan apa katamu.
            “Kau belum mengenalku..” Yah, aku mungkin memang tidak akan pernah bisa mengenalmu.
***