Senin, 19 September 2016

Welcome
This is one of story as contributor in theme "I Love Me"
Writer Fitri Haryani Nasution


MENCINTAI HOTMAIDA
“Jika kita tidak mencintai diri sendiri, lalu bagaimana  orang lain bisa mencintai kita?”
            Hotmaida tahu bahwa dirinya punya banyak sekali kekurangan.Mulai dari bentuk tubuh, wajah, hingga otak yang pas-pasan.Pokoknya tidak ada yang spesial dalam dirinya. Tidak pintar, tidak cantik, tidak kaya, tidak ada bakat khusus, bahkan tidak  juga punya passion dan bayangan masa depan yang hebat. Hotmaida hanyalah seorang anak dari tukang bubur yang sekarang sedang bersekolah di SMA Negeri 1 Padangsidimpuan.Salah satu SMA yang dikenal dengan mayoritas murid yang pintar, kaya juga cantik maupun tampan. Sedangkan bagi Hotmaida, ia memilih sekolah ini bukan karena ia memiliki salah satu ciri diatas. Tapi, hanya karena rumahnya dekat dengan SMA Negeri 1 dan ia bisa jalan kaki ke sekolah tanpa harus mengeluarkan ongkos, jadi bisa lebih irit dan hemat setiap harinya. Hanya itu alasannya bersekolah disini.Namun, sekolah disini ternyata membuatnya merasa selalu terasing.Hotmaida akhirnya merasa jengah dengan keadaan ini. Dan tepat kenaikan kelas dua SMA, ia memilih untuk memgambil keputusan.
            “Mak, pak!Hotma ingin pindah!”
            “Pindah apa maksudmu?” jawab Bapak spontan
            “Pindah sekolah.Hotma nggak mau sekolah di situ lagi!” wajah Hotma merengut.Bibirnya mancung kedepan.
            “Lho, kenapa?” ibu yang sedang duduk disamping bapak turut berbicara.
            “Hotma nggak cocok dengan mereka semua buk!Mereka semua pintar, cantik, kaya lagi.Hotma tak punya itu semua.Hotma di kelas cuma jadi bahan ejekan saja.Tidak ada yang mau berteman dengan Hotma.”Mata Hotma memerah mengeluarkan semua isi hatinya yang dipendam selama ini. Hingga satu bulir air mata keluar dari sudut  bola matanya.
            “Tapi pindah itu butuh biaya Hotma.Kamu sudah menjalani setahun disana, bersabarlah sedikit lagi hingga kamu tamat.Kita tak punya uang untuk memindahkan kamu sekolah” ucap ayah.
            “Lalu, apa gunanya aku tetap sekolah disana jika aku hanya jadi bahan tertawaan? Juga seperti tidak dianggap..”Hotma meringis.
            “Hotma, tapi pindah tidak semudah itu” jawab ibu.
            “Kalian tidak pernah mengerti! Kenapa aku harus dilahirkan di keluarga yang miskin ini?Kenapa aku tidak bisa cantik seperti mereka?Kenapa juga aku tidak pintar seperti mereka. Pokoknya aku tidak mau lagi sekolah disana! Aku benci diriku! Aku benci semuanya!”Hotma berbalik dan menuju kamarnya. Dan didalam kamar, ia sesenggukan menangis dan semakin membenci dirinya.
            Sudah seminggu Hotma meliburkan diri.Ia tidak mau pergi sekolah dan selalu mengurung diri di kamar. Hingga ibu dan ayahnya merasa terpukul dengan keadaan Hotma.Mereka sebenarnya merasa sakit hati dengan sikap Hotma.Tapi ayah yang bijaksana selalu memutar otak untuk mencari jalan menyadarkan Hotma.Hari ketujuh Hotma tidak sekolah, ayah datang dan membujuknya untuk yang kesekian kalinya.
            “Ayah tahu kamu sangat kecewa. Kecewa pada kami, pada keadaanmu, pada semuanya.Tapi jangan berlarut-larut dalam kesedihan Hotma.Lihatlah masih banyak kebahagiaan didunia.Bukan hanya sekedar cantik, pintar ataupun kaya.”
            “Sudahlah ayah sebaiknya diam. Ayah tak akan pernah tahu dan tak pernah mengerti” sanggah Hotma tanpa melihat wajah ayahnya.
            “Kalau begitu ikut ayah”
            “Malas. Hotma tidak ingin keluar”
            “Sekali ini saja dan ayah tidak akan pernah membujukmu lagi untuk sekolah disana.Bahkan kau bisa memilih untuk pindah dari sana”.Mendengar kata pindah, Hotma langsung melihat wajah ayahnya.
            “Kemana?” tanya Hotma lagi
            “Ikut saja dengan ayah.” Ayah tersenyum. Senyum yang sangat indah hingga Hotma merasa sedikit lebih tenang dengan senyum itu.
            “Baiklah”
            Ayah mengajak Hotma pergi jalan-jalan. Ayah membawa Hotma pergi ke mall dan mengajaknya makan disana. Hotma sangat senang, karena tidak pernah ayahnya mengajaknya makan di mall seperti saat ini.Hotma bahkan berpikir ayahnya sudah berubah dan ada satu hal yang terlintas dalam benaknya darimana ayahnya bisa punya uang untuk mengajaknya jalan-jalan dan makan.
            Selesai makan, mereka keluar dari mall dan menuju sebuah lapangan besar di belakang mall.Disana ada banyak sekali orang yang berkerumun dan menyaksikan pertunjukan musik yang dimainkan oleh seorang laki-laki seumuran Hotma.Namun ia cacat alias tidak memiliki kaki. Kulitnya coklat dan badannya kurus. Tapi, ia berhasil menjadi pusat perhatian karena alunan musiknya yang merdu. Banyak orang memberikan uang saat musik berhenti.Dan ketika orang sudah mulai sepi, ayah membawa Hotma untuk mendekat padanya.
            “Ini anak saya yang saya ceritakan kemarin..” kata ayah tiba-tiba. Hotmaida terkejut dan merasa heran. Ayah ternyata mengenal laki-laki cacat  pemain musik ini. Laki-laki itu tersenyum.
            “Kamu gadis yang cantik.Senang berkenalan denganmu Hotmaida.Nama saya Makdin.” ucapnya.Dan itu membuat Hotmaida sedikit bangga.Belum pernah ada orang yang memujinya cantik.Namun siapa laki-laki ini?
            “Ayah..”Hotmaida menyentuh lengan ayahnya dan menunjukkan ekspresi kebingungan.
            “Ucapkanlah terimakasih pada Makdin nak.Ia yang membiayai uang jalan-jalan dan juga makan kita hari ini. Uang itu darinya.”Hotmaida kaget.Apa maksud ayahnya? Ia mengernyitkan keningnya dan merasa tidak percaya. Bagaimana Makdin yang memberi ayahnya uang untuk jalan-jalan hari ini?
            “Hotmaida, kamu tidak usah bingung.Itu bukan apa-apa.Dan tanpa maksud apa-apa. Saya yang memaksa memberikan uang itu pada bapak saat bapak cerita sama saya tentang kamu. Saya hanya ingin berbagi, membuat orang lain merasa senang. Itu saja” Makdin menjawab dengan senyum.Hotmaida merasa terpukul.
            “Tapi untuk apa?”
            “Percayalah, bukan untuk apa-apa.Saya hanya senang melakukannya” jawab Makdin.
            “Lalu bagaimana ayah berpikir aku akan senang dengan ini semua?Kamu juga, kenapa memberi pada ayah.Kamu lebih membutuhkan.Kenapa kamu memberi uangmu pada ayah? Kamu tidak membuatku senang.” Ucap Hotma. Makdin sesaat diam. Ia memandang Hotma tepat ke manik mata. Ia melihat ada kekecewaan disana. Ia mendesah dan berucap.
            “Dulu, aku sangat membenci diriku. Ayah dan ibuku sudah meninggal. Aku tak punya uang, tubuhku cacat, dan aku tidak pernah sekolah.Semua orang menjauh dariku bahkan menganggapku sampah masyarakat.Apalagi berharganya hidupku?Hingga aku pernah berpikir mengakhiri hidup.Aku sering menyakiti diriku.Tapi, akhirnya aku sadar.Bahwa masih ada kekuatan diatasku.Yang menghidupkanku.Aku percaya bahwa Tuhan masih bersamaku. Lalu aku mulai berpikir, jika aku tidak mencintai diriku maka bagaimana bisa orang lain juga mencintaiku? Aku mulai bangkit dan bermain musik.Aku melimpahkan semua perasaanku dalam setiap alunan musik yang kumainkan.Aku semakin semangat menjalani hidupku”.Makdin mengambil napas sejenak.Ekspresi keras Hotma mulai berubah.
Namun, sering juga aku masih merasa cemburu pada orang lain yang lebih dariku, yang kaya, punya orangtua, tampan, dan punya segalanya.Mereka tampak sangat bahagia. Namun ketika kulihat ada pengemis yang meminta makan pada mereka, dan mereka malah menghindar aku malah melihat bahwa mereka tidak sebahagia yang aku kira.Masa untuk memberikan sedikit uang mereka saja kepada pengemis itu mereka tak bisa. Dan akhirnya, sejak saat itu aku berjanji akan membuat hidupku lebih bahagia dari mereka. Aku mungkin tidak tampan, tidak kaya, tidak pintar, namun aku masih bisa memberikan uangku pada orang lain. Dan itu lebih daripada sekedar kaya, cantik ataupun pintar.Aku juga tidak harus jadi pejabat, artis, atau pengusaha untuk bisa memberi.Aku cukup jadi diriku, seorang pemain musik cacat yang suka memberi.Hanya itu dan aku merasa lebih berharga.Dan buktinya, semakin banyak orang tiap harinya yang kutemui dan menjadi keluargaku.Setiap hari ada banyak orang yang semakin dekat denganku dan menerima keadaanku.Salah satunya Bapak yang sangat baik ini.Aku sudah menganggap bapak seperti ayahku sendiri” ucap Makdin.
Tak terasa mata Hotma langsung memerah.Air mata jatuh bergiliran di pipinya.Ia sesenggukan hingga ia memegang kuat tangan ayahnya. Apa yang telah kulakukan? Pikirnya.Ia merasa begitu bodoh didepan Makdin yang terlihat jauh lebih berkekurangan darinya. Ia bahkan merasa sangat bersalah pada dirinya karena telah merutuki dirinya selama ini. Ia harusnya lebih mencintai dirinya. Jika Makdin saja bisa, mengapa Hotma tidak bisa?Ia tergugu. Tidak bisa bicara.Hanya menangis dan memeluk erat ayahnya.
“Ayah maafkan aku. Aku special, dan harusnya aku tahu itu. Maafkan aku…”
*


Welcome
This is a romantic love story. Write at Saturday, 03/09/2016
Writer : Fitri Haryani Nasution

THANK YOU FOR LOVING ME
Selasa, 16 Agustus 2016, aku masih ingat hari spesial itu. Hari disaat kau menyatakan perasaanmu disebuah ruangan kerlap-kerlip yang indah. Sehari sebelum hari kemerdekaan Indonesia, aku merasa telah merdeka bersamamu. Memang tempatnya tidak seromantis yang kubayangkan. Hanya sebuah ruangan karaoke berukuran kurang lebih 3x4 meter, dengan desain dinding polos berwarna putih dan sebuah sofa empuk berwarna hitam. Didepannya terpampang besar layar berukuran 21 inci dan sound system lengkap dengan pengeras suara. Saat kau memesan tempat itu, kukira sesuatu yang berbeda akan terjadi padaku. Hidupku akan berubah, sejak aku melangkahkan kakiku ke tempat itu. Aku disambut dengan dunia yang berbeda.
            “Hai, Ini ayahku.” hal itu yang pertama kau ucapkan saat kita bertemu pertama kali berjumpa setelah sekian lama tak bertemu. Aku bahkan hampir tak mengenal wajahmu. Kita berkenalan didepan sumber saat itu. Kau bersama dengan Romi berjalan berdua dan aku menyapa Romi. Saat itu tak ada sedikitpun perasaanku padamu, aku bahkan menganggapmu sebagai lelaki yang kurang lembut karena kau selalu menarik Romi untuk menjauh dariku. Cepat, katamu padanya. Saat itu aku bahkan merasa kau lelaki yang tergesa-gesa. Aku cukup heran tatkala kau menginboxku dari messenger dan juga meminta pin ku. Kukira kau salah orang. Aku bahkan tidak menyangka kalau kau akan tertarik padaku. Kau bahkan berkali-kali meneleponku dan  mengucapkan bahwa kau rindu padaku,dan bahkan pernah mengatakan kau mencintaiku. Jujur, aku selalu berusaha untuk menganggap hal itu bercanda saat itu.
            “Lantai 2? Aku tidak tahu kalau tempat ini punya lantai 2.” ucapku. Aku mendongak melihat kesekeliling tempat sepi di lantai dua. Masih tempat karaoke, tapi kurasa tempat ini lebih bersifat privasi.
            “Kau takut?” ucapmu. Aku spontan menggeleng.
            “Tidak” ucapku. Dan terus terang aku tidak takut, hanya sedikit heran.
            “Asramaku tutup jam sepuluh malam.” ucapku. Kau memesan dua jam, sekarang jam tengah delapan, itu berarti akan berakhir tengah sepuluh malam. Namun kuharap bisa lebih cepat dari itu. Sekali lagi bukannya aku takut, tapi aku merasa kurang nyaman saat ini. Entah kenapa hatiku bergemuruh kecil.
            “All of me!” kau langsung memutar lagu itu. Lagu John Legend yang pernah kau kirimkan padaku lewat voice note dari bbm. Kau bilang itu lagu yang sangat indah dan romantis. Dan dalam benakku aku masih ingat saat pertama kali kudengar suaramu menyanyikannya benar-benar tidak romantis. Maafkan aku, tapi kau lebih seperti berteriak daripada bernyanyi. Tapi aku suka dengan nada suaramu yang bisa menghiburku saat itu. Aku mulai tertarik padamu.
            “Ed Sheeran, Thinking Out Loud!” Aku suka lagu itu. Sangat suka. Bagiku itu lebih romantis. Dan aku paling suka menggodamu dengan membayangkan arti dari lirik lagunya. Moment yang paling spesial ketika Ed Sheeran bersajak cium aku di bawah sinar seribu bintang. Dan aku menyuruhmu menghitung seribu bintang, tapi kau tak pernah melakukannya.
            Lagu demi lagu kita nyanyikan bersama. Kau perlu tahu, sebenarnya aku bukan perempuan yang sering pergi ke karaoke. Bahkan terhitung seberapa jarang aku pergi ke karaoke sejak aku nol tahun sampai dua puluh tahun saat ini. Dan aku yakin, suaraku sangat tidak bagus. Bukannya aku tidak suka karaoke, tapi jujur pikiranku dulu masih primitif. Mendengar kata karaoke seringkali aku berpikiran negatif. Tapi itu dulu, jauh sebelum aku mengenalmu dan duniaku sekarang.
            Aku terus melihat jam yang berdentang. Dan aku sangat heran melihatmu gelisah dan selalu keluar masuk ruangan. Kau bilang kau ke toilet, perutmu bermasalah katamu. Tapi aku benar-benar tidak nyaman. Kupikir kita lebih baik pulang saja dan kau obati sakit perutmu. Tapi kau bilang tidak apa-apa. Waktu terasa begitu cepat berlalu, hingga jam berdentang pukul sembilan malam. Dan kuhitung kau sudah tiga kali bolak-balik ke kamar mandi. Namun disaat terakhir, kau datang dengan sebuah bingkisan bunga mawar merah ditanganmu. Juga coklat yang terselip didalamnya. Aroma dari pohon citrus mencuat dari bunga indah yang terselip di jemarimu dan itu semakin membuatku gugup. Aku benar-benar terkejut. Namun tentu saja aku berusaha tenang. Jantungku mulai tak karuan, apa yang akan terjadi? Apa yang akan kau lakukan dengan bunga itu? Kau tidak memutar lagu apapun lagi. Kau biarkan keheningan merayap sebentar dan kau memperbaiki posisi dudukmu disampingku dan menatapku dalam.
            “Dear, kita sudah lama berkomunikasi, sudah hampir dua bulan aku dan dirimu saling mengenal.”
            “Ralat, hampir satu bulan, bukan dua bulan” sanggahku membuat suasana romantis sedikit mencair. Kau tertawa kecil, sedikit malu mungkin. Tapi aku sangat suka dengan tawa kecilmu, membuatku merasa lebih nyaman.
            “Baiklah, hampir satu bulan. Jujur, aku merasa sangat nyaman denganmu. Aku ingin kita menjadi lebih dekat. Maukah kau menjadi pacarku?” dan matamu bersinar. Secercah sinar harap yang sangat indah. Aku suka mata itu, saat kau menatapku seperti ini. Ruangan terasa semakin sempit bagiku, dan waktu berjalan sangat lambat sekarang. Udarapun serasa menguap. Kau berhasil membuatku merinding dengan tatapan sendu dan suaramu yang mengusik hatiku. Sesaat aku terdiam, mencoba menghirup udara sebanyak mungkin agar perasaanku bisa sedikit tenang. Namun jujur, hatiku tetap tak bisa tenang.
            “Tapi Mohan, kita baru saja berkenalan. Lalu apa bedanya teman dengan pacar? Bukankah menjadi teman itu lebih baik daripada pacar? Dan mungkin kau harus berpikir mengenai perasaanmu padaku, mungkin itu bukan cinta, mungkin itu hanya rasa kagum karena kau melihatku sebagai wanita yang bisa berbahasa inggris dan bisa menulis. Kau harus memastikan perasaanmu dulu. Cinta itu berbeda dengan rasa kagum.” ucapku. Aku menggigit bibir bawahku, dan detak jantungku berdegup lebih kencang. Aku berhasil mengatakannya dengan menyembunyikan pita suaraku yang bergetar. Semoga ia tidak menangkap kegugupanku dan tidak mendengar detak jantungku yang sensitif disampingnya.
            “Dear, aku tidak tahu bagaimana rasaku saat ini, aku tidak tahu cinta itu apa, tapi aku yakin dengan perasaanku. aku merasa sangat nyaman bersamamu. Sebenarnya aku ingin menyatakan perasaanku sejak pertama kali kita bertemu, tapi itu bukan saat yang tepat. Dan malam ini aku ingin mencoba mengatakan dari dalam hatiku bahwa aku mencintaimu.” dan kau menatapku dalam dan itu membuatku menelan ludah. Aku bahkan tak sanggup untuk membalas tatapanmu.
            “Jadi, haruskah kujawab sekarang?” tanyaku akhirnya memecah keheningan yang menyiksa.
            “Ya.” jawabmu dengan pasti.
            Aku diam. Mencoba memutar otak dan berpikir. Jujur, aku menyukaimu, semua tentangmu. Pribadimu, karaktermu, cara berpikirmu, kupikir kita punya banyak hal serupa dalam memandang beberapa hal yang sering kita diskusikan bersama. Dan tentu saja aku juga merasa nyaman denganmu. Tapi jika ini cinta kenapa aku harus berpikir untuk menerima semua ini. Tidak, mungkin aku berpikir terlalu banyak. Kau tidak tahu bagaimana aku dengan masa laluku. Aku benci laki-laki, sejak aku tahu mereka pembohong dan apalagi semenjak aku punya ayah tiri. Itu sebabnya hal yang paling aku benci laki-laki dan kebohongan.
            Aku kembali merasai debaran jantungku yang menyiksa. Detik waktu terasa berputar dan membuatku berpikir semakin dalam. Ini sudah hampir tengah sepuluh malam. Aku tidak ingin jadi Cinderella yang meninggalkan sepatunya karena ia hampir saja terlambat untuk meninggalkan istana. Tidak, maksudku aku hanya tidak ingin meninggalkan apapun disini, termasuk jawabanku untukmu. Aku mencoba membalas tatapan itu dan membiarkan hatiku menjawabnya. Kupikir sekarang logika tidak berarti. Perasaanku lebih berarti, dan perasaanku berkata bahwa aku juga mencintaimu dan merasa nyaman disampingmu.
            “Ya.” Aku mengangguk pasti. Kali ini benar-benar serius, aku tidak ingin membuat waktu terus berputar tanpa arti. Dan aku benar-benar memilih perasaanku. Pendar mata itu langsung berbinar.
            “Thank you dear.” Kau tersenyum padaku, kali ini senyum yang lebih indah. Cahaya matamu bersinar, kau terlihat sangat senang. Dan aku merasa lebih tenang sekarang, aku merasa lebih nyaman dan senang melihat kau bahagia dan menatapku seperti ini.
            “Ucapkan bahwa kau juga mencintaiku.” pintamu.
            “Aku juga mencintaimu. I love you too.” kalimat itu mengalir lembut dari pita suaraku. Ruangan kecil yang dingin ini tentu saja bisa mendengarku dan melihatmu matamu yang begitu indah.
            “Thank you for loving me” kau menyanyikan lagu itu. Lagu indah yang kau nyanyikan sendiri dengan perasaanmu dan aku tidak mengerti kenapa kau harus menangis saat menyanyikan lagu itu. Tapi yang mengejutkan kita berdua adalah saat kau akhirnya mendapat nilai 91 dengan lagu itu. Kau benar-benar menggunakan perasaanmu.
 Sisa malam benar-benar kita habiskan dengan perasaan baru antara diriku denganmu. Aku sekarang kekasihmu, sebuah rasa yang benar-benar tidak aku mengerti sampai saat ini. Mungkin aku mulai mengerti arti dari lirik Ed Sheeran, orang jatuh cinta dengan cara yang misterius. Aku tidak tahu bagaimana aku mencintaimu, aku juga tidak tahu bagaimana cara menunjukkan cintaku dan mungkin aku tidak seromantis harapanmu. Tapi yang aku tahu hanyalah aku merasa nyaman bersamamu. Aku mencintaimu. Dan aku tahu, aku mencintaimu.